Upah Minimum Negara Pesaing RI Tembus Rp3,3 Juta di 2026 – Kenaikan upah minimum di negara-negara pesaing Indonesia menjadi isu yang semakin menyita perhatian dalam beberapa tahun terakhir. Salah satu yang paling disoroti adalah Vietnam, negara dengan basis industri dan manufaktur besar yang kerap dibanding-bandingkan dengan Indonesia dalam hal daya saing tenaga kerja. Menurut dokumen resmi yang ditandatangani oleh Wakil Perdana Menteri Vietnam, Ho Duc Phoc, mulai 1 Januari 2026, upah minimum pekerja kontrak di Vietnam akan naik sekitar lebih dari 7%.
Setelah penyesuaian tersebut, upah minimum per bulan di berbagai wilayah di Vietnam akan berada di kisaran 3,7 juta hingga 5,31 juta dong. Dalam konversi ke rupiah atau menggunakan kurs yang dipublikasikan media, rentang tersebut setara dengan ± Rp 2,35 juta hingga Rp 3,37 juta per bulan.
Angka ini sangat relevan bagi Indonesia karena pada tahun-tahun terakhir, tenaga kerja Vietnam menjadi salah satu pesaing utama dalam sektor manufaktur yang menyasar investor global. Kenaikan upah pekerja di Vietnam tentu bisa berdampak pada relokasi investasi, karena biaya tenaga kerja menjadi salah satu faktor penting dalam keputusan investasi industri manufaktur.
Kenaikan Upah di Vietnam: Detail dan Dampak
Rincian Kenaikan
- Pemerintah Vietnam telah menetapkan kebijakan kenaikan upah minimum kontrak sebesar lebih dari 7% mulai awal 2026.
- Upah minimum baru ini bervariasi berdasarkan wilayah: untuk wilayah dengan biaya hidup lebih rendah, upah minimum dipatok di bagian bawah 3,7 juta dong, sementara wilayah dengan biaya hidup lebih tinggi bisa menyentuh 5,31 juta dong.
- Kenaikan upah per jam juga diatur: menjadi antara 17.800 hingga 25.500 dong / jam tergantung wilayah.
Peran Vietnam dalam Zona Industri
Vietnam selama ini dikenal sebagai pabrik dunia yang kompetitif, terutama di sektor garmen, elektronik, dan komponen manufaktur. Kenaikan upah minimum di negara ini menunjukkan tren kenaikan biaya tenaga kerja di negara yang dahulu sangat mengandalkan upah rendah sebagai daya tarik untuk investasi manufaktur. Hal ini menandakan pergeseran model kompetisi dari sekadar “biaya upah murah” menuju tenaga kerja yang lebih bernilai dan produktif.
Dengan upah minimum yang naik, investor manufaktur di Vietnam mungkin harus menyesuaikan strategi, misalnya dengan meningkatkan efisiensi, mengotomatisasi sebagian produksi, atau mempertimbangkan negara lain dengan biaya tenaga kerja relatif lebih rendah. Namun, kenaikan upah juga bisa menjadi sinyal positif merefleksikan pertumbuhan kapasitas ekonomi pekerja lokal dan kenaikan daya beli domestik.
Implikasi bagi Indonesia
1. Daya Saing Tenaga Kerja
Salah satu kekuatan Indonesia dalam menarik investasi manufaktur adalah tenaga kerja yang relatif terjangkau dan produktif. Namun, jika pesaing seperti Vietnam menaikkan upah secara substansial. Biaya tenaga kerja di Vietnam akan semakin mendekati level yang kompetitif dengan Indonesia. Ini bisa mengurangi keuntungan relatif Vietnam sebagai destinasi upah rendah, tetapi juga mengurangi jarak kompetitif antara Indonesia dan Vietnam.
Artinya, investor bisa menimbang ulang alokasi produksi: apakah tetap menanamkan investasi di Vietnam meskipun upah naik, atau mengalihkan sebagian ke Indonesia jika biaya total (upah + logistik + infrastruktur) lebih menarik di Indonesia.
2. Daya Beli dan Konsumsi Domestik
Kenaikan upah minimum di Vietnam juga berpotensi memperkuat daya beli pekerja di negara tersebut. Bila daya beli meningkat, konsumsi domestik juga bisa tumbuh, yang memberi peluang bagi perusahaan lokal dan multinasional untuk menargetkan pasar domestik Vietnam. Hal ini dapat menggeser sebagian pola investasi: dari produksi ekspor murni ke orientasi pasar lokal yang tumbuh.
Bagi Indonesia, dinamika ini bisa menjadi tekanan kompetitif. Tetapi juga inspirasi. Jika Indonesia dapat mendorong kenaikan upah dan produktivitas, daya beli pekerja lokal bisa meningkat, meningkatkan konsumsi domestik dan memperkuat ekonomi nasional dari dalam. Namun, tantangannya adalah menaikkan upah tanpa mengorbankan daya saing industri.
3. Tantangan Pekerja Indonesia
Di dalam negeri, isu upah minimum juga menjadi topik hangat. Serikat pekerja di Indonesia telah menuntut kenaikan Upah Minimum Provinsi atau UMP untuk tahun 2026 hingga 8,5%–10,5%. Namun, perwakilan pengusaha dan pemerintah dikabarkan memperhitungkan kenaikan yang jauh lebih kecil. Bahkan hanya sekitar 3% menurut isu yang diangkat oleh beberapa serikat buruh.
Perselisihan ini memperlihatkan dilema utama: bagaimana menaikkan upah pekerja agar lebih layak tanpa menghancurkan daya saing manufaktur Indonesia. Terutama saat negara tetangga seperti Vietnam mulai menaikkan upah mereka sendiri.
4. Efek Ekonomi Makro
Kenaikan upah minimum di negara pesaing seperti Vietnam bisa mendorong Indonesia untuk lebih serius dalam memperkuat produktivitas tenaga kerjanya. Upah tinggi tanpa produktivitas yang seimbang hanya akan memberatkan perusahaan manufaktur, terutama sektor padat karya. Agar tetap kompetitif, perusahaan di Indonesia perlu menginvestasikan dalam teknologi, pelatihan, dan efisiensi operasional.
Di sisi makro, kenaikan upah minimum domestik yang seimbang dengan produktivitas dapat memberikan efek positif pada konsumsi rumah tangga. Pengamat menyebut bahwa kenaikan UMP bisa mendorong surplus di dunia usaha karena daya beli meningkat. Namun, strategi ini harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak memicu inflasi yang kemudian melemahkan daya beli riil pekerja.
Risiko dan Tantangan
- Relokasi Investasi
Jika upah tenaga kerja di Vietnam terus meningkat, sebagian investor manufaktur mungkin mempertimbangkan negara-negara lain dengan upah lebih rendah, termasuk Indonesia, tapi juga negara-negara di Asia Selatan atau negara berkembang lainnya. Ini bisa menjadi peluang bagi Indonesia, tetapi juga risiko jika negara lain menawarkan biaya tenaga kerja lebih kompetitif atau insentif investasi lebih menarik. - Tekanan Inflasi
Kenaikan upah minimum, baik di Vietnam maupun di Indonesia. Dapat mendorong inflasi jika perusahaan mengalihkan biaya tenaga kerja ke harga produk. Hal ini bisa memperburuk daya beli pekerja jika kenaikan gaji tidak diimbangi dengan kenaikan produktivitas dan efisiensi produksi. - Produktivitas yang Belum Merata
Tantangan besar bagi Indonesia adalah memastikan bahwa kenaikan upah tidak semata-mata meningkatkan biaya tenaga kerja. Tetapi juga mendorong peningkatan produktivitas. Tanpa produktivitas yang memadai. Kenaikan upah bisa memberatkan perusahaan padat karya dan mengundang PHK atau rasionalisasi tenaga kerja. - Daya Tahan Industri Kecil-Menengah
Industri kecil dan menengah (IKM) yang berbasis padat karya dan memiliki margin tipis akan paling rentan terhadap kenaikan upah global. Jika biaya tenaga kerja naik secara global, IKM di Indonesia harus menghadapi persaingan tidak hanya dari segi upah. Tetapi juga efisiensi, teknologi, dan daya saing produk.
Strategi Indonesia untuk Menjawab Tantangan
Untuk menyikapi kenaikan upah minimum di negara pesaing seperti Vietnam, Indonesia perlu mengembangkan strategi yang menyeluruh:
- Mendorong Transformasi Industri
Pemerintah dan sektor swasta harus mempercepat adopsi teknologi dan otomatisasi di industri manufaktur untuk meningkatkan produktivitas pekerja. Ini agar kenaikan upah dapat diimbangi oleh peningkatan output per pekerja. - Pelatihan dan Pengembangan SDM
Investasi besar dalam pelatihan keterampilan pekerja sangat penting. Pekerja yang lebih terampil dapat menghasilkan nilai lebih tinggi dan menjadi lebih kompetitif dibandingkan pekerja di negara lain yang hanya mengandalkan biaya rendah. - Insentif bagi Penanaman Modal Berteknologi Tinggi
Pemerintah bisa memberikan insentif bagi perusahaan yang berinvestasi pada teknologi hijau, efisiensi energi, dan manufaktur cerdas. Ini tidak hanya meningkatkan produktivitas tenaga kerja tetapi juga membuat industri lebih ramah lingkungan. - Penyesuaian Kebijakan Upah Minimum
Dalam menetapkan kebijakan upah minimum, pemerintah harus menyeimbangkan antara kebutuhan pekerja akan penghasilan layak dan daya saing industri. Mekanisme penetapan upah minimum harus memasukkan faktor produktivitas, inflasi, dan daya saing global. - Membangun Pasar Domestik
Dengan meningkatkan daya beli pekerja melalui upah yang lebih layak, Indonesia dapat memperkuat konsumsi domestik. Hal ini bisa menjadi pilar pertumbuhan ekonomi jangka panjang, mengurangi ketergantungan pada ekspor manufaktur semata.
Kesimpulan
Kenaikan upah minimum di Vietnam hingga lebih dari 7% dan potensi mencapai sekitar Rp 3,3 juta dalam konversi pada tahun 2026. Tidak hanya isu domestik mereka ini menjadi sinyal penting bagi kompetisi global tenaga kerja. Terutama terhadap Indonesia. Kenaikan ini bisa menekan daya saing tenaga kerja Vietnam secara tradisional. Tetapi juga meningkatkan nilai pekerja mereka dan daya beli domestik.
Bagi Indonesia, ini merupakan tantangan sekaligus peluang. Tantangannya terletak pada bagaimana menjaga daya saing manufaktur sambil meningkatkan kesejahteraan pekerja melalui kenaikan upah yang bijak. Peluangnya adalah memanfaatkan momentum ini untuk memperkuat transformasi industri, meningkatkan produktivitas, dan mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis konsumsi dalam negeri.
Masa depan kompetisi tenaga kerja di Asia Tenggara akan sangat ditentukan oleh bagaimana negara-negara seperti Indonesia dan Vietnam menyeimbangkan upah, produktivitas, dan inovasi. Kebijakan yang tepat bisa memastikan bahwa kenaikan upah tidak menjadi beban, tetapi menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.